Setelah melewati masa hiatus selama kurang lebih dari dua tahun membawa saya ke suatu sudut pandang baru tentang pelajaran di masa jeda. Bukan perkara lama atau sebentarnya masa tersebut berlangsung, tapi seberapa banyak perjalanan batiniah yang bisa diserap.
Dalam masa hiatus sebenarnya kita tidak 100% diam. Di sana sedang terjadi proses. Proses pemulihan kelelahan fisik, mental, sampai yang paling mendasar yaitu jiwa kita.
Hiatus dari menulis blog pribadi yang sudah melewati dua kali lebaran itu, membuat saya berpikir kalau sebetulnya bukan histus itu yang saya takutkan. Bukan tentang kembali atau tidak. Bukan juga sebatas hitung-hitungan ketertinggalan atas pencapaian, tapi masalahnya terbesar adalah pertanyaan dari dalam diri tentang mengapa saya harus ‘kembali’.
Kembali mengerjakan segala hal yang kita tinggalkan selama masa jeda. Find a reason WHY, menemukan alasan kenapa nantinya saya mungkin harus kembali? Mengapa saya kembali menulis di laman blog pribadi, untuk apa, dan bagaimana dan dari mana saya harus memulainya?
Dalam perenungan panjang, ternyata saya temukan kalau memiliki alasan untuk melakukan sesuatu itulah sumber energi terbesar. Tidak cukup dengan ilmu pengetahuan saja. Ibaratkan badan yang mesti punya ‘ruh’ untuk menggerakkan fisik, akal, dan pikiran.
Memutuskan Kembali Setelah Hiatus
Hari ini tepat di permulaan bulan September 2024 saya membuka laman putih kosong microsoft word untuk menuliskan perasaan ini. Sebetulnya 2 tahun ke belakang saya bukannya tidak menulis sama sekali. Saya tetap menulis, tapi medianya saja yang berbeda. Waktu itu saya merasa lebih nyaman menulis untuk dikirim ke media online lain. Tulisan saya banyak berupa esai opini dari hasil bacaan dan film yang saya tonton.
Kembalinya saya kali ini sudah dengan membawa amunisi dan alasan kuat mengapa ingin kembali. Karena ternyata saya membutuhkan sesuatu untuk saya jadikan pondasi yaitu semacam ‘gudang penyimpanan’ tulisan di ‘rumah’ saya sendiri yaitu blog pribadi jurnalmega.com ini. Rumah yang akan saya jaga dan rawat dengan ruh yang sudah saya isi penuh, dengan semangat yang meskipun tidak selalu membara setiap saat, tapi paling tidak dia tidak akan layu dan mati. Meskipun nanti mungkin ada masa meredup, saya anggap saja itu mungkin saatnya saya hanya perlu jeda sebentar dan beristirahat tanpa kehilangan alasan seperti sebelumya.
Menghirup Udara Ubud, Bali
Suntikan semangat ternyata bisa datang dari mana saja. Dari manusia, benda, atau alam. Kali ini saya garis bawahi tentang alam dan bendanya.

Kemarin, karena suatu hal pekerjaan, saya diajak suami naik motor ke Ubud. Tenyata seru juga ya, tidak perlu pusing kena macet meskipun matahari teriknya minta ampun, tapi tetap bisa dinikmati. Suasana Ubud, Gianyar selalu bisa meng-imboost rasa bahagia meskipun hanya melintas dan melihat ragam art shop, pura, penjor, aroma dupa, suara gamelan dari banjar-banjar, dan hiruk pikuk aktivitas warga lokal di sana. Saat melintas, ada beberapa desa sedang mengadakan ngaben masal, jadi jalanan lumayan padat di beberapa ruasnya saja. Mungkin salah satunya karena Gianyar itu kawitan ibu saya, jadi saya pun tertaut secara ruhaniah dengan tempat tersebut.
Saat melintas di jalan Mas, Ubud saya melihat ada satu tempat ngopi, asik, cozy, meskipun tidak terlalu besar, Suka Kopi namanya. Suami sepakat untuk mlipir sebentar sekadar minum dan meneduhkan kepala dari matahari yang sedang semangat berbagi sinar. Saya pesan hot cappucino, dan suami pesan segelas jus mangga tanpa gula. Didampingi sekeping cookies matcha yang ternyata super empuk, enak, tidak terlalu manis, dan pahit gurih matchanya.
Interior café itu magnetic sekali. Corak lantai bersatu padu dengan pencahaan warm white. Ditambah art work patung, dan ornament kayu di dinding dan sepanjang tangga ke lantai dua membuat saya senyam senyum sendiri. Asli suka banget.

Saya putuskan mengambil beberapa foto dari beragam sudut, dan ternyata hal kecil itu yang memantik saya untuk kembali menulis di blog ini.
‘Thanks ya Suka Kopi’ tempat yang juga membawa spirit baru, atau tepatnya membantu menghidupkan lagi apa yang menjadi hal yang saya suka yaitu menulis. Ada rasa bahagia ketika jari saya luwes di atas keyboard, tanpa kamuflase, rekayasa, atau keinginan dan harapan berlebih ini murni hanya sekadar menuangkan apa yang terus bernyanyi di kepala.
Selain berbagi cerita tentang proses kembali, saya juga ingin berbagi energi denganmu, dengan kalian di luar sana yang mungkin sedang hiatus, Buatmu yang sedang mengambil jarak atau jeda dari apa yang sebelumnya rutin dilakukan. Tidak apa-apa mengakui kalau saat ini butuh jeda sebentar. Itu sangat manusiawi. Lakukan dengan sadar dan nyaman. Jangan tergesa-gesa untuk segera kembali.
Nikmati dulu masa-masanya. Karena tidak semua orang punya kesempatan bahkan untuk sekadar istirahat sebentar. Kembalilah ketika sudah siap lahir-batin, sudah meneguhkan lagi apa yang menjadi alasanmu untuk kembali. Karena ternyata perang dengan diri sendiri itu yang jadi pekerjaan terbesar buat saya pribadi.
Hiatus hanya satu fase dalam hidup dari ratusan bahkan ribuat fase lainnya. Itu hanya tanda kita punya batas. Tetap semangat jalani hidup dengan penuh kesyukuran. Karena Tuhan dengan alam semestanya amat baik dan akan kasih kita momen terbaiknya untuk kita tetap menjadi baik. Tak apa tak secepat yang lain. Karena kita memang tidak sedang berlomba.
Sampai ketemu di tulisan saya berikutnya. See ya…