Jurnalmega.com – Para pencipta karya tulis pastinya ingin dilabeli sebagai penulis yang sukses. Namun sayangnya tak semua rela dan mau menjalani carut-marut prosesnya.
Sebuah jalan yang harus dilalui dalam waktu yang relatif tak singkat. Seperti Oka Rusmini, Okky Madasari, Dewi Dee Lestari yang merelakan diri mereka melebur belasan tahun demi melahirkan karya-karya tulis yang berdampak.
“Makin tinggi sebuah keinginan dan cita-cita, laiknya diimbangi dengan semangat dan usaha yang tinggi pula.”
Jika tidak, semua impian itu tidak akan pernah terwujud. Agar tak berujung nelangsa dan sedih karena keinginan tidak kunjung kesampaian, coba cek sembilan penyebab tulisanmu nggak kelar. Jangan-jangan kebiasaan itu ada pada dirimu.
Berikut 9 Alasan Tulisan Tidak Pernah Tamat
Ideku Nggak Oke?
“Agar otak mudah menjala ide, maka perlu membiasakan untuk berpikir, merenung serta membaca situasi dari fenomena apapun.” (Dian Nafi – Socioteenpreneur)
Ide, cenderung membuat seseorang berfikir jauh, bahwa ide harus dari sesuatu yang keren, berbeda dengan yang lain dan harus hebat. Padahal ide tulisan bisa datang dari hal kecil, terdekat, seperti lingkungan rumah, keluarga, pekerjaan, hobi, studi yang sedang dijalani, dan tentang ragam budaya lokal di mana kita tinggal.
Gonta ganti ide hanya akan membuat tulisan kita tidak pernah selesai. Dimulai saja belum apalagi untuk menyelesaikan.
Selain itu, kurang peka dengan sekitar juga menjadi penyebab ide sulit didapat. Kepekaan menjadi kunci penting bagi mereka yang hendak berkarya.
Sering Menunda
Sebab menunda bisa datang dari interupsi eksteral. Media social seringkali menjadi gangguang dan godaan besar bagi mereka yang hendak mulai rutinitas. Akibatnya jadi terlaru larut dan memilih menunda untuk menyelesaikan pekerjaan dalam hal ini menuntaskan tulisan.
“Jangan beri kesempatan pada diri sendiri untuk menunda-nunda sesuatu yang harus dilakukan. Pastikan untuk segera bertindak seperti yang telah Anda putuskan! Action is power!” Andrie Wongso, Motivator.
Takut Reaksi Pembaca
Pembaca adalah sekelompok orang yang kita harapkan untuk memberi respon baik terhadap tulisan yang kita buat.
Namun yang terjadi justru sebaliknya, pembaca jadi penghambatmu untuk menyesaikan tulisan. Kenapa bisa begitu?
Hal ini besar dipengaruhi oleh ketakutan akan reaksi pembaca yang kadang terdengar provokatif dan menjatuhkan.
Padahal jika ditelaah dan diterima dengan kesadaran, kata-kata mereka bisa menjadi masukan yang bermanfaat untuk peningkatan kualitas karya tulis kita.
Justru kita harus tunjukkan bahwa karya tulis kita tak seperti yang mereka sangkakan, dan berikutnya karya yang lebih baik siap kita hadirkan. Ibarat pepatah, “Menyerah sebelum berperang,” takut menulis padahal belum memulai.
“Jika kau menghamba kepada ketakutan, kita memperpanjang barisan perbudakan,” Wiji Thukul, Penyair, Aktivis HAM
Overthinking & Perfectionist
Overthinking yang dipahami sebagai sikap yang berfikir berlebihan dan terlampau jauh, mulai dari masalah sepele sampai masalah yang besar, dari masa lalu hingga masa depan. Semua dipikirkan secara berlebihan. Perfectionist, satu sikap yang menuntut untuk menjadi sempurna, untuk mencapai kondisi terbaik, dari segi fisik maupun materi.
Selalu mengejar kesempurnaan dan berfikir berlebihan bisa jadi alasan penulis menunda aksinya. Hendak menulis saja sudah berpikir macam-macam “Gimana nanti reaksi pembaca…?, Bagaimana kalau mereka tak menyukai tulisanku…?
Overthinking dan Perfectionist sebetulnya dua sikap yang bila saja ditempatkan sesuai porsinya, akan membuat penulis makin produktif menghasilkan karya-karya apik. Seperti kata Donnalynn Civello, seorang inspirational blogger,
“Find the perfection in every moment instead of trying to make every moment perfect.”
“Temukan kesempurnaan di setiap momen daripada mencoba membuat setiap momen sempurna.”
Seperti halnya tulisan. Bila terus mengejar kesempurnaan hanya membuatmu terjebak dalam ruang pemikiran yang berlebih dan membuatmu tidak pernah menyelesaikan tulisanmu.
Lelah Fisik dan Pikiran
Kelelahan akan membuat aktivitas terganggu dan sulit berkonsentrasi. Lelah juga memicu keengganan berfikir berat yang notabene akan menguras energi. Modal awal untuk menulis adalah energi tubuh dan pikiran yang optimal, apalagi kalau tulisan tersebut memerlukan riset. Jadi, kalau niatmu ingin menulis cukup besar, mulailah untuk menjaga energimu dengan baik.
“Jangan takut lelah. Rehatlah dan kembalikan semangat itu.”
Mood
Mood adalah keadaan emosional yang bersifat sementara. Mood bisa bernilai negatif atau positif. Masalah ini masih menjadi masalah bagi para penulis. Kondisi yang kerap dituduh sebagai penyebab writer block dan membuat penulis tak menghasilkan meski satu kalimat pun.
Ada beberapa cara yang bisa ditempuh untukmu yang kehilangan mood menulis:
- Pertama, dengan memalingkan diri mencari kesenangan dengan membaca genre berbeda dari yang ingin kamu tulis. Itu untuk mencari suasana baru yang bisa menyegarkan otak..
- Kedua, saat mood turun, mulai saja dengan menulis apa yang dirasakan, bahkan menulis kebingungan yang dirasakan bisa membantu melepas keruwetan dan membuat kondisi diri membaik.
- Ketiga, makan makanan yang mengandung gula, makanan manis juga bisa mengaktifkan pusat kesenangan otak, meningkatkan produksi hormon dopamine, yang dapat membuat seseorang merasa bahagia setelah mengonsumsinya.
Kurang Membaca
Membaca ibarat mengisi bahan bakar ke dalam pikiran, sedangkan menulis mengeluarkan yang ada di pikiran. Tidak ada yang dimasukkan (berupa bacaan), lalu apa yang mau dikeluarkan (berupa tulisan)?
Membaca pun ada triknya. Kita bisa memilih bacaan hanya sebatas tulisan yang ingin kamu buat. Misalnyai ingin menulis cerpen, kita bisa mulai dengan membaca ragam cerpen dari penulis lain. Itu bisa membantumu untuk tahu cara mengembangkan ide cerita, mulai dari pembuka yang membuat pembaca enggan beranjak, menajamkan konfilk dan membuat ending yang memikat.
Atau bisa juga seperti Dee Lestari, beliau penulis fiksi yang menjadikan nonfiksi sebagai asupan bacaan sehari-harinya. Buku-buku genre itu dianggapnya bisa mendukung proses riset untuk memperdalam proses penulisan fiksi ilmiahnya. Oka Rusmini lewat buku Men Coblong cocok bagimu yang gemar menulis esai dan kritik sosial. Juga esai milik Putu Fajar Arcana dan Goenawan Mohamad patut dimasukkan dalam daftar bacaan.
Kehilangan Motivasi
Menurut George Robert Terry seorang pakar Manajemen, motivasi adalah suatu rasa ingin yang ada di dalam diri seseorang yang merangsangnya untuk melakukan suatu tindakan. Motivasi bisa datang dari dalam dan luar diri. Seorang penulis harus mampu menjaga motivasi dari dalam dirinya agar proses menulis bisa tetap berjalan konsisten.
“ Jangan tanyakan pada diri Anda apa yang dibutuhkan dunia. Bertanyalah apa yang membuat Anda hidup, kemudian kerjakan. Karena yang dibutuhkan dunia adalah orang yang antusias”
(Harold Whitman – Jurnalis)
Ikut komunitas menulis, tapi kok pasif?
“Kata kuncinya adalah kita bisa! Dengan semangat kebersamaan, kita bisa lakukan apa aja”.
Bergabung dengan komunitas menulis bisa membantu penulis atau calon penulis mengembangkan kemampuannya. Lingkungan yang diciptakan komunitas seiring dengan visi keinginan kita, sehingga mendukung langkah kita dalam menekuni bidang tertentu.
Idealnya seperti itu, tapi bagaimana jika mereka yang bergabung dengan komunitas, tapi kok pasif. Tidak pernah ikut kegiatan yang diadakan oleh komunitas dan memilih menjadi pendengar saja. Alhasil, meski sepuluh tahun gabung komunitas tetap tidak ada hasilnya, ujung-ujungnya justru menyalahkan komunitasnya. Introspeksi diri dan mulai aktif akan membantu penulis mendapatkan apa yang menjadi harapannya.
Semoga setelah mengetahui 9 Alasan Tulisan Tidak Pernah Tamat, bisa membantumu menemukan kelebihan dan kekurangan diri dan mulai bergerak. Selamat menulis dan selamat berproses…!